12 April 2013

Business is like a betting?

Lama nggak nge-blog nih... Padahal  banyak hal yang dibutuhkan untuk kontemplasi. Sedikit banyak ada perubahan yang cukup signifikan. Ini terkait dengan coba-coba usaha di pembibitan lele (catfish breeding). Dua kali mencoba, ternyata tak seindah hitungan. Tekor, gan. hehehe...  Emang ada yang balik namun tidak sebanding dengan modal awal yang dikeluarkan.  Apa mau dikata, tekor tetep aja tekor.

Lama-lama, bagi saya, sepertinya sebuah  usaha layaknya tidak lebih dan tidak kurang dari sebuah  pertaruhan setelah mencoba-coba berbagai peruntungan (yang gak untung-untung). Kalkulasi dan planning sepertinya terlalu rigid manakala berbenturan dengan fakta di lapangan. Jadi ada melesetnya walaupun sudah dicoba dengan mengeliminasi kendala yang ada. Ndilalahnya, ada aja masalah.
ilustrasi

Bermula dari ada orang yang menawarkan tanah di Parung sana. Nggak lebar bener, cukup lah untuk usaha kecil-kecilan. Ide awalnya sih, maunya untuk refreshing dan ngilangin stress aja, punya lahan yang bisa dilihat-lihat untuk menghilangkan kejenuhan rutinitas. Nggak berpikiran mau serius untuk mengelola lahan itu. Bisa mancing di situ, bisa melihat kecipak ikan di sawah, dan mungkin bisa mencari inspirasi di situ. Namun apa mau di kata sodara-sodara,..... Naluri bisnis (ciee..) memanggilku. Detak jantungku berdetak keras ketika datang tawaran itu. Sebut saja Si Udin-katanya sih guru ngaji, datang dengan meyakinkan, menjelaskan bagaimana cara pembibitan lele dan untung yang diperoleh dari usaha itu. Jadi ijo tuh mata kalau soal duit...hohoho.... Dipikir-pikir masuk akal juga (ini ni..kesalahan pertama, namanya usaha atau yang diniatkan dengan bisnis gak boleh pake asumsi). Harus mateng survey nya. Gak boleh katanya doang sudah mau nyebur aja ke bisnis itu.Apalagi dengan modal yang besar.

Kesalahan kedua adalah tidak paham musim tanam. Bagi orang-orang dahulu baik yang pelaut maupun petani, mereka sangat memahami musim. Kapan saatnya musim tanam, kapan saatnya musim melaut kapan saatnya musim panen. Karena efek terbesar dari musim adalah keberhasilan atau kegagalan dari usaha itu sendiri. Paling tidak dengan bisa membaca musim, maka kerugian dapat diminimalisasikan. Kalo mau rugi ya tidak rugi benar-benar. 

Selanjutnya, kesalahan (yang ku pelajari dari temenku di Lampung)  adalah tidak bisa mencari temen bisnis yang bener-bener bisa dipercaya (counterpart). Jangan kata dia itu (katanya) guru ngaji, jika emang mau naroh usaha ya harus dicari orang yang bener-bener bisa dipercaya. Guru ngaji juga manusia. Intinya lihat seberapa amanah orang itu.

Last but not least, bikin kontrol sederhana namun orang yang kita percaya tidak merasa diawasi. Yang namanya kontrol atau pengawasan tentu secara psikologis menjadi terkekang nya orang yang merasa diawasi. Tidak bebas. Tidak bisa semau-maunya. Disitulah kita haarus bermain cantik agar yang kita awasi tidak merasa diawasi. Pointnya adalah kita tetap dapat mengontrol namun orang yang kita kontrol meraasa enjoy dan tidak merasa dihakimi. Doing business like an usual.  


Terus, bagaimana yang sedang  aku coba lakukan sekarang? Apakah setelah tidak (baca:belum) berhasil, gagal kemudian mau berhenti dan keluar? Mau mencoba semacam cut loss ? Tentu bukan penyelesaian yang elegan. Setidaknya bagi saat ini. “How soon 'not now' becomes 'never'.”  (Martin Luther). Toh sedikit-dikit bisa dapat ilmu yang truly completely diferent dan sedikit excitment dan juga passion yang masih menyala...... So we do again

Agenda Ekonomi Syariah dan AM IMF-WB 2018

Dimuat di Kanigoro.com 29 Agustus 2018 Annual Meeting International Monetary Fund-World Bank (AM IMF-WB) akan digelar di Nusa Dua Bali t...